Tujuh Tahun
Waktu yang tidak
sebentar untuk bersabar, waktu yang sudah seharusnya kita lancar menulis, mengeja
dan membaca. Setengah dari itu mungkin kita selalu berpapasan. Sebelum hari ini.
Sebelum semuanya direncanakan dengan pertanyaan akhir masih tanda tanya juga. Kenapa tidak
menjadi lebih berani sejak awal? Menjadi lebih bodo amat dengan respon yang nanti,
sayang sekali. Risiko tanggung masing-masing, dan semua pilihan memang punya
jurang yang berbeda, tinggal pilih mau dari ketinggian yang mana. Semua terukur
jelas, hanya kamu saja yang pura-pura buta. Perbedaan jauh yang kamu tidak
pedulikan, batas yang jelas masih disepelehkan, urus nanti saja kata usia. Padahal dari
awal sudah beda kelas. Situasi yang selalu berulang, saat semuanya sudah rapi selalu
saja ada sudut yang menolak untuk dikompromi.
Tujuh tahun,
wajib sekolah dua tahun lagi. Kamu belum di sana dan saya juga tidak sedang di
sana. Lagi-lagi tempat berbeda, beberapa lainnya masih berusaha mengeja,
sisanya mengejek karena belum mahir melihat perbedaaan sempurna dari huruf b
dan d.
Katamu tujuh
tahun adalah waktu yang sebentar, kataku sudah bisa lulus koas. Pembohong yang sempurna
untuk kata “sebentar”. Berharap banyak untuk berhenti dan dipikir dua kali. Tujuh
tahun yang lalu, kartu tanda pendudukku baru selesai, kamu sudah di sana. Hari ini
wisuda pascasarjanaku selesai, kamu masih di sana. Didoakan oleh kebaikan yang hampir saja mendoakanku juga.
2015.
Comments
Post a Comment